Ini adalah tulisanku saat mengikuti lomba cerpen ramadhan di Multiply. Sudah lama mengendap di folder netbuk. Daripada habis dimakan virus, mending aku share lah yaa~ hehe..
Selamat membaca, semoga bermanfaat ^__~
Mamah, tunggulah aku di Syurga
1 Agustus 2011, Di kamarku
Aku melihat diriku dikaca. Sangat
berbeda dengan yang ada dalam foto di dinding kamarku. Rambutku yang panjang
dan indah, kini tertutup oleh jilbab yang besar, pakaian ku yang mini sangat
berbeda dengan gamis panjang yang kupakai saat ini. Semua berlalu begitu cepat.
Aku pun membuka diari biruku kembali, mencoba merunut kisah hidup penuh
perjuangan, kisah manis bersama mamah.
Tentang Aku
Namaku Cindy Nathalie. Salah! Namaku
sekarang adalah Shofia. Sudah 1 tahun aku menjadi muslimah. Sebelumnya aku
adalah seorang Katolik dan dibesarkan dari sebuah keluarga Katolik yang taat.
Aku mempunyai mamah yang sangat cantik, ia sangat menyayangiku. Sudah 3 tahun
mamah di diagnosa menderita Diabetes Mellitus. Dan sudah satu tahun mamah tidak
bisa berjalan karena luka gangrene di kaki kanannya akibat DM. Ayahku adalah
seorang pekerja keras, ia sangat mencintai mamah dan kami anak-anaknya. Aku
mempunyai seorang kakak laki-laki, ia juga sangat menyayangiku.
Sudah 1 tahun aku menjadi mahasiswi
Fakultas Ilmu Keperawatan di Universitas Indonesia. Di kampus ini aku bertemu
teman-teman yang mengantarkanku kepada hidayah-Nya. Teman dekatku bernama
Aisyah, ia adalah akhwat multitalenta. Ia pintar dalam perkuliahan, cerdas dan
aktif dalam berorganisasi, ia pintar memasak, menjahit dan yang paling
membuatku kagum adalah bacaan qur’annya yang sangat indah. Ia adalah orang yang
pertama memperkenalkan keindahan Islam padaku.
1 Agustus 2010
Ini adalah malam pertama aku tidur di kamar
kos ku yang juga kamar kos Aisyah. Kami tinggal dalam satu kamar. Malam itu, aku
terbangun oleh suara indah Aisyah. Aku lihat ia sedang membaca kitab sucinya
dan masih memakai pakaian sembahyangnya. Hatiku bergetar saat mendengar Aisyah
membaca kitab sucinya. Seperti syair, berirama dan sangat indah, sangat
menyentuh. Aku terpesona mendengarnya. Dan tiba-tiba air mataku menetes saat ia
membaca suatu ayat dan ia baca berulang-ulang dengan nada sangat sedih. Aisyah
juga membacanya dengan berlinang airmata. Kami menangis bersama. Bedanya,
temanku menangis karena tau maknanya, sedang aku menangis tanpa tau makna ayat
tersebut.
Usai Aisyah mengaji, aku bertanya
tentang ayat yang ia baca. Ia berkata
bahwa arti dari ayat yang ia baca berulang-ulang adalah “Maka nikmat Tuhan-mu
yang manakah yang kamu dustakan?”. Seperti membaca pikiranku, Aisyah meminjamkan
salah satu qur’an yang dimilikinya, qur’an tersebut dilengkapi dengan terjemah.
16 Agustus 2010
Hatiku sudah mantap. Aku yakin inilah
jalan yang akan membuat hatiku tenang. Aku mengungkapkan keinginanku untuk
segera berislam kepada Aisyah. Aku siap menerima semua konsekuensinya. Aisyah
dengan kaget dan mata berkaca-kaca langsung memelukku erat, tidak ada kata-kata
diantara kami. Yang ada hanya doa dan tangis haru bahagia. Pelukkan yang
menguatkan hati. Bismillah…
17 September 2010
Hari ini mamah meneleponku sampai tiga
kali, menanyakan kapan aku pulang. Ayah meneleponku meminta aku pulang karena
katanya mamah sangat rindu kepadaku. Sebelumnya mamah pernah ingin
mengunjungiku, tapi aku beralasan kalau tugas dan kuliahku sangat padat sehingga
aku juga jarang ada di kamar kos. Sampai kakakku mengirim sms dan meminta aku
pulang karena mamah sedang sakit. Ya Allah, aku juga sangat rindu pada mamah,
tapi aku masih takut untuk pulang. Penampilanku sekarang berbeda dengan aku
sebelumnya, kini aku berjilbab dan mengenakan baju muslimah dengan rapih. Mereka
pasti akan kaget dan mungkin akan marah jika melihat penampilanku sekarang. Aku
bingung…
20 September 2010
Aku pulang dengan membawa semua
keberanian dan harapan. Aku datang tepat saat keluargaku berkumpul di ruang
keluarga. Mereka kaget, bahkan ayahku langsung menarik jibabku dan melemparnya.
Dengan cepat, akupun langsung mengambil jilbabku dan memakainya kembali. Ayah
bertanya apa yang aku lakukan. Aku pun dengan lantang berkata bahwa aku
sekarang adalah seorang muslimah. Ayah menamparku 2 kali. Mamah pingsan dan
kakakku dengan sigap langsung menopang kepala mamah. Aku yang ingin menolong
mamah, langsung dicegah oleh ayah. Kakakku menyuruhku untuk masuk ke kamarku.
Ya Allah, perihnya pipi ini tidak sebanding dengan kenikmatan-kenikmatan
syurga-Mu. Kuatkan hamba ya Allah…
21 September 2010
Pagi ini aku langsung disidang oleh
keluargaku. Mamah dan kakak menanyakan mengenai keputusanku untuk berislam.
Ayah menyuruhku untuk kembali menjadi Katolik. Kata Ayah, aku akan diberikan
apapun jika aku kembali menjadi seorang Katolik. Aku menolaknya. Aku berkata,
“Ayah, aku sangat mencintai engkau, mamah dan kakak. Tapi, agamaku tidak akan
bisa ditukar dengan apapun. Bahkan jika Ayah menyuruhku untuk memilih antara
keluarga dan agama, aku tetap memilih islam sebagai agamaku. Maafkan aku Ayah”.
Mendengar ucapanku, Ayah langsung marah dan melayangkan tamparan ketiganya
kepadaku. Mamah mencoba menenangkan ayah. Setelah agak tenang, ayah berkata
dengan keras kalau ia tidak akan memberikan sepeser pun uangnya untukku. Aku hanya bisa pasrah berdoa memohon
pertolongan-Nya.
10 Oktober 2010
Aku sudah tidak tinggal di kos lagi.
Ayah melarangku karena ia berfikir teman-temanku di kos-an yang menyebabkan aku
berislam. Sekarang aku mengajar privat untuk keperluan kuliahku. Aisyah yang
mencarikan murid untukku. Kakakku juga selalu memberikan sebagian uang
kuliahnya untukku. Sungguh benar janji-Mu. “Sesudah kesulitan akan ada
kemudahan.”
25 Oktober 2010
Kesehatan mamah semakin memburuk.
Mamahku semakin hari semakin kurus akibat penyakit DM nya. Selain itu juga luka
gangrene di kaki mamah semakin melebar. Beruntung aku kuliah di Keperawatan
sehingga aku bisa merawat mamahku yang sakit. Ayahku kasihan melihat
kesibukanku kuliah, mengajar dan merawat mamah, akhirnya Ia kembali membiayai
kuliahku. Akupun sekarang fokus kuliah dan merawat mamah.
Sore itu, saat aku mengganti balutan luka di kaki mamah, mamah bertanya, “Dek, mamah mau nanya boleh?”. “Boleh lah mah”, jawabku. “Apa islam mengajarkan adek untuk mandiri, berlaku lemah lembut, dan patuh kepada orangtua? Mamah senang, adek sekarang jauh lebih dewasa dibanding dulu”. Dengan senyum aku menjawab, “iya mah. Semua yang adek lakukan adalah perintah Allah SWT. Adek membacanya dalam alqur’an. Perintah untuk berbakti kepada orangtua, berlaku lemah lembut, dan lainnya. Semua kebaikan diajarkan dalam agama Islam”. Kemudian mamah bertanya lagi, “Dek, apa adek merasa tenang dan bahagia setelah memeluk islam?”. Akupun menjawab, “tentu mah. Adek sekarang merasa jauh lebih tenang dan bahagia setelah berislam. Adek jadi mempunyai tujuan hidup yang pasti, yaitu untuk beribadah kepada-Nya dan meraih syurga Allah. Hidup ini tidak kekal dan semua pasti akan mati, setelah mati lah kehidupan yang kekal itu. Dan amal kebaikan kita sebagai tabungan agar kita mendapat syurga”. Mamah berkata, “Dek, tolong ceritakan mamah tentang Syurga”. Aku pun membuka Al Qur’an, membacakan QS Ar Rahman ayat 46-78. Dan membacakan artinya kepada Mamah. Aku mendengar isakan tangis mamah. Setelah selesai membacanya, masih dengan berlinang airmata mamah berkata, “Dek, mamah juga ingin ke Syurga. Mamah ingin bersamamu merasakan keindahan Syurga. Mamah ingin berislam sepertimu sayang.” Subhanallah wal hamdulillah.. airmataku meleleh. Tangisan bahagia. Tangisan penuh syukur. Aku memeluk erat mamah. Airmata membasahi jilbabku dan pundak mamah. Ditelinganya aku bisikkan, “Mamah, aku sayang mamah karena Allah.”
Setelah mendengar keinginan mamah untuk
berislam, kakakku pun meminta berislam bersama mamah. Mendengar itu, Ayah tidak
marah. Ayah sangat menyayangi mamah dan tidak bisa menolak keinginan mamah,
apalagi dalam kondisi mamah yang sedang sakit.
25 November 2010
Hari ini mamah masuk UGD setelah
sebelumnya pingsan di rumah karena hipoglikemi akibat diare dan komplikasi
lainnya. Sudah 4 jam mamah belum sadarkan diri setelah keluar dari ruang UGD. Aku
dan kakakku tidak henti-hentinya berdoa untuk
kesembuhan mamah. Adzan Ashar berkumandang. Aku dan kakakku shalat di
musholla rumah sakit. Setelah sholat kami kembali ke ruang rawat mamah. Ketika
kami tiba, ayah langsung menghampiri kami dan bilang bahwa mamah sudah sadar
dan ingin shalat ashar. Aku mewudhukan mamah dan membantu mamah sholat. Setelah
itu mamah meminta aku membacakan surah Ar Rahman. Aku pun membacakan sambil
berlinang airmata. Saat itu aku lihat ayah juga menangis. Sampai ketika selesai
surat Ar Rahman, Mamah berkata, “Dek, terimakasih telah mengenalkan keindahan
Islam kepada mamah. Terimakasih telah mengajarkan mamah sholat dan mengaji.
Terimakasih karena adek sangat sabar merawat mamah. Maafkan semua salah mamah
yah sayang. Semoga kita bisa berkumpul kembali di Syurga”. Aku menangis mendengar
ucapan mamah yang tulus dengan suara yang lemah. Mamah kemudian pamit dan
meminta maaf kepada ayah dan kakak. Kami semua menangis saat itu. Saat kami
semua menangis, kami mendengar mamah bersyahadat dan setelah itu mamah
meninggalkan kami semua. Ada senyum di wajah mamah. Mamah terlihat sangat
cantik di akhir hayatnya. Saat itu tiba-tiba ayah berkata, “Mamah, ayah juga
ingin berkumpul dengan mamah dan anak-anak di Syurga”. Asyhadu ala Ilaaha
illallah, wa asyhaduanna Muhammad Rasulullah”.