Thursday 24 January 2013

Ingatlah Ibumu



Disuatu waktu, disebuah desa, hidup seorang janda beranak satu. Suaminya telah meninggal beberapa bulan yg lalu karena kanker paru. Ibu ini begitu sabarnya membesarkan sang anak lelaki satu2nya. Setiap pagi sambil membawa anaknya, dia harus pergi mencari kayu bakar di hutan untuk kemudian dia jual ke pasar. Tidak hanya itu, sepulangnya dari menjual kayu bakar dipasar dia masih harus berbelanja untuk kebutuhan hidupnya dan si anak. Dan kalau hanya mengandalkan uang dari penjualan kayu bakar saja, tentu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua, jadi sang Ibu masih harus berjualan ubi bakar di sore harinya.

Tapi Ibu ini tidak pernah mengeluh akan keberadaanya yang serba sulit. Malah, semakin lelah ia, semakin sayang dia terhadap anak lelaki satu2nya ini, karena ia yakin anak lelakinya ini suatu saat nanti akan tumbuh menjadi pemuda yang dapat merubah keadaan yang sekarang dialaminya.

Waktu terus bergulir, si anak lelaki pun tumbuh semakin besar. Semenjak di bangku sekolah dasar, anak ini sudah mampu membuat bangga si Ibu dengan prestasinya yang luar biasa gemilang. Semua teman dan gurunya disekolah mengagumi dia.

Hal ini kontan membuat si Ibu merasa tidak sia-sia berkorban banyak demi si anak.

Semakin lama, si anak tumbuh semakin dewasa. Prestasinya yang gemilang membuat si anak tidak kesulitan untuk menggapai cita-citanya. Dengan mudah dan murah, si anak dapat melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, dan kemudian si anak pun mendapatkan gelar sarjana. Si Ibu merasa senang dengan perkembangan anaknya. Dan si anak pun sangat menyayangi Ibunya. Ia selalu mendengarkan setiap nasihat Ibunya.

Suatu hari si anak mendapatkan pekerjaan yang mendatangkan penghasilan cukup banyak, sehingga uang yang ia dapatkan bisa ia gunakan untuk membangun rumah tua milik ibunya di desa tempat dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh sang Ibu.

Kehidupan serba susah yang dulu dialami mereka berdua berubah sudah. Kini mereka tinggal dirumah yang layak huni, si Ibu pun tidak perlu lagi mencari kayu bakar di pagi hari untuk di jual ke pasar, karena semua biaya hidup kini di tanggung oleh si anak.

“Ibu tidak perlu khawatir lagi soal kehidupan kita Bu, semua biar aku yang urus sekarang” kata si anak dengan penuh kasih sayang kepada Ibunya.

Dengan mata berkaca-kaca, si Ibu berkata pada anaknya, “terimakasih nak, Ibu bersyukur mempunyai anak sepertimu. Kamu sungguh baik”

“jasa-jasa Ibu selama ini, tidak akan pernah aku lupakan Bu. Tanpa Ibu, aku tidak akan bisa seperti ini. Terimakasih Bu.. aku tidak tau bagaimana harus membalas jasa-jasamu itu..” ujar si anak lagi.

Si Ibu tidak menjawab dengan kata, dia menjawab dengan pelukan hangat terhadap anaknya. Di dalam hatinya si Ibu berkata “aku tidak mengingat jasa apa yang aku perbuat untukmu nak..seandainya aku ingat, aku ikhlas”

Si anak yang sejak tadi tegar, kini meneteskan air mata di pipinya ketika si Ibu memeluknya dengan hangat sehangat peluknya di saat si anak kecil dan tak berdaya

Seiring bertambahnya usia, si anak pun merasa sudah waktunya untuk mencari pasangan hidup. Ibunya yang kini mulai tua-pun merestui niat anaknya tersebut untuk menikah.

Sebulan kemudian anaknya melangsungkan pernikahan, si anak mendapatkan jodoh seorang wanita cantik dari keluarga yang mapan dan bersahaja.

Setelah menikah, sudah menjadi tradisi di daerah tersebut bahwa istri harus tinggal di rumah suaminya. Maka kini dirumah si anak tinggal-lah dia, si Ibu, dan istrinya.

Bulan demi bulan pun berlalu. Kondisi si Ibu kini mulai rapuh dan sakit-sakitan. Karena khawatir akan kesehatan Ibunya, si anak memeriksakanya ke dokter, dan ternyata si Ibu yang sudah renta itu kini mengidap penyakit paru yang parah.

Si isteri yang mengetahui hal ini mulai khawatir dan merasa jijik akan keberadaan Ibu mertuanya tersebut. Apalagi si isteri sedang mengandung anak pertama. Kekhawatiran ini ternyata juga dirasakan oleh si anak. Karena merasa terganggu dengan kondisi si Ibu yang sering batuk-batuk, muntah darah, menumpahkan makanan ataupun minuman, dan sering mengompol, akhirnya si anak dan isterinya pun berembuk dan mereka sepakat untuk meninggalkan si Ibu di gunung, seperti adat setempat yang biasa meninggalkan orang tua yang sudah renta dan menyusahkan di atas gunung di daerah tersebut dengan harapan tidak merepotkan keluarganya lagi.

Hingga tiba pada hari yang telah ditentukan, saat itu hari masih pagi, matahari baru saja bersinar di ufuk timur. Si Ibu yang tua renta dan sakit-sakitan ini sedang sibuk memetiki bunga mawar yang ditanam oleh si isteri di kebun belakang rumah. Si anak menghampiri si Ibu sambil berkata “Ibu, ayo kita pergi jalan-jalan”

Si Ibu pun bertanya “tidakkah ini terlalu pagi, Nak? Bagaimana dengan isterimu yang sebentar lagi akan melahirkan?”

“tidak apa-apa Bu, ada bibi yang akan menjaga menantumu”

“baiklah kalau begitu, Nak” ujar si Ibu menuruti.

Perjalanan pun dimulai. Tidak banyak pembicaraan antar Ibu dan anaknya kali ini, hanya saja sepanjang perjalanan si Ibu sibuk meletakkan bunga mawar –yang ia petik dikebun belakang rumahnya – ditengah jalan yang ia dan anaknya lewati.

Si anak pun bertanya “untuk apa mawar-mawar itu Ibu?”

Si Ibu tidak menjawab, ia hanya tersenyum.

Melihat hal itu si anak tidak menghiraukan dan terus melanjutkan perjalanan.

Kini perjalanan mulai menanjak dan mulai memasuki kawasan hutan yang lebat dan sedikit gelap karena kabut dan rimbunnya pepohonan disana.

Sudah hampir 2 jam mereka berjalan menaiki gunung, sesekali si Ibu bertanya, dan sesekali juga si anak yang bertanya. Tidak banyak yang mereka bicarakan.

Akhirnya mereka tiba di satu tempat yang datar, tepat di bawah pohon rindang yang berakar besar. Si Ibu yang kelelahan akhirnya duduk di akar tersebut, kemudian tertidur. Melihat hal ini si anak mulai bimbang akan niatnya, yaitu meninggalkan Ibunya di gunung ini. Tapi ia juga teringat bahwa isterinya sebentar lagi akan melahirkan anak pertamanya, jadi tanpa ragu ia tinggalkan ibunya tertidur pulas di atas akar pohon rindang tersebut.

Begitu mulai menuruni bukit, si anak merasa bingung untuk menentukan arah pulang kerumah karena lebatnya hutan di  gunung tersebut. Tapi kemudian ia melihat mawar yang ada di sepanjang jalan. Ia ingat, Ibunya meninggalkan mawar-mawar sepanjang perjalanan mendaki tadi, ternyata tujuanya adalah untuk membantu anaknya mengingat arah pulang. Si anak mulai merasa menyesal. Tapi dia terus mengikuti jejak-jejak mawar tersebut menuruni gunung.

2 jam sudah, sama seperti waktu ketika ia mendaki bersama Ibunya, ia tiba di rumah. Ketika tiba di halaman rumahnya, ia mendengar isterinya berteriak kesakitan karena akan melahirkan. Langsung terbesit dalam benak si anak “apakah begini kondisi Ibu-ku saat melahirkan aku?”

Rasa penyesalan mulai menderu hati si anak. Langsung ia berlari kedalam rumah, kemudian ia masuk ke kamar Ibunya, tempat dimana ia selalu dipeluk penuh sayang oleh Ibunya saat dia masih kecil. Tapi dia hanya mendapati kasur berseprai rapih, tanpa ada Ibunya yang biasa ia jumpai berbaring atau duduk di atasnya. Ada secarik kertas di atas kasur berseprai rapih itu, “apa isinya?” ia bertanya-tanya sambil bergegas membukanya. Isi secarik kertas itu adalah tulisan kusut yang ditulis oleh seorang Ibu renta yang tangannya gemetar, yang 2 jam lalu ia tinggalkan di hutan. Bunyinya :

Anakku sayang, Ibu mengerti kau dan isterimu tidak akan menyukai keadaan Ibu yang sakit-sakitan dan renta ini. Jadi Ibu ikhlas akan meninggalkan kalian ke atas gunung. Tolong sampaikan maaf Ibumu ini karena telah memtik mawar-mawar yang isterimu tanam dihalaman. Itu semua Ibu lakukan karena Ibu tau, kau akan kesulitan mencari jalan pulang. Apalagi sebentar lagi cucu Ibu, anakmu yang pertama, akan lahir. Ibu turut berbahagia Nak. Ibu selalu menyayangi kalian semua. Nak, kau tidak usah bersedih dan tidak usah berusaha mencari ibu kembali karena mungkin ketika kau membaca surat ini, Ibu sudah tidak ada lagi di dunia. Jadi tolong sampaikan salam dan maaf ibu kepada isterimu, dan cucu Ibu.

Salam sayang selalu untukmu Nak.

-Ibu yang selalu mencintaimu-

Setelah membaca surat ini, si anak tak mampu lagi membendung air matanya. Ia menangis sejadi-jadinya, tepat saat itu, anak pertamanya pun lahir seperti harapan si Ibu. Namun kini semuanya telah terlambat. Air mata si anak tak ada gunanya lagi..

--End--


*bener-bener gak sanggup nahan airmata baca kisah ini. sedihhh T______T 
satu lagi, pengen bilang: Lis cinta mama karena Allah :') 



Repost dari Salman Al Fatih, dari blog lama bliau. hehe..

Interaksi dengan AlQuran

Repostttt ^^

Setelah seharian bertualang di IBF aku kembali ke kamar kost tercinta, melihatnya semakin menyunggingkan senyum. Semakin banyak saja koleksi bukuku, meski belum lengkap, tapi ternyata rak buku tempatku memajang buku-buku ini sudah penuh. Ah, sudahlah... Insyallah nanti akan kubuatkan lemari tersendiri untuk buku-buku ini. Impian untuk memiliki perpustakaan suatu saat semakin menguat dan semakin nyata, nanti akan kucoret impian itu sebagai tanda aku telah melakukannya. Amin...


Mengingat dan membaca ringkasan bedah buku tentang KHAWATIR QUR'ANIYAH tadi pagi membuatku semakin merasakan, betapa sebenarnya berinteraksi dengan Al-Qur'an adalah hal yang menyenangkan. "Jika ingin menikmati berinteraksi dengan Al-Qur'an jangan sibuk dengan makna kata-perkata, namun nikmatilah makna secara global" kata pengisi acara tadi. "Ingin tahu bagaimana cara memaknai surah-surah dalam Al-Qur'an? Silahkan baca di buku ini!" kata MC.. Ingin sekali rasanya memiliki buku itu, membacanya, hingga aku bisa merasakan interaksi dengan Al-Qur'an.


"Dari Utsman r.a, ia berkata : "Rasulullah SAW bersabda : 'Sebaik-baik kalian adalah orang yang mau mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya kepada orang lain." (HR. Bukhari)


Sore ini, setelah merenungi apa yang sudah disampaikan tadi. Coba ku buka buku riyadhus shalihin karya Imam Nawawi, ku buka bab keutamaan membaca Al-Qur'an. Kudapati disana betapa luar biasa Al-Qur'an itu, sebuah kitab yang memiliki kandungan dan keutamaan. Kitab ini adalah kitab yang mulia, yang terjaga keasliannya dari tangan-tangan jahil, yang indah susunannya, yang runut penjelasannya dan seutama-utamanya ilmu adalah Al-Qur'an. Bagaimana ketika para pembaca Al-Qur'an ini dijanjikan pahala yang besar, bagaimana ketika pembacanya akan dirahmati,dan akan dimuliakan. Luar biasa....


Sering kita lihat Al-Qur'an diterima sebagian dan ditinggalkan sebagiannya. Sering pula kita saksikan Al-Qur'an hanya menjadi bacaan ketika ada orang mati, lalu 'say good bye...' alias ditinggalkan sampai nanti akan ada orang meninggal lagi. Nahkan ada yang memisahkan sebagian Al-Qur'an sehingga menganggapnya kitab yang berbeda, seringkan kita temukan QS. Yasin yang dibukukan sendiri dan dibaca diwaktu-waktu tertentu? Semoga kita terhindar dari hal-hal seperti itu.


Di awal-awal surah Al-Baqarah disebutkan bahwa Al-Qur'an ini di turunkan bagi orang-orang yang bertaqwa. Setiap orang bertaqwa pasti beriman dan tidak akan menerima sebagian dan membuang sebagian yang lain. Namun, orang beriman belum tentu bertaqwa. Jadi, mari kita belajar menjadi pilihan yang pertama. Ya... bertaqwa, karena dengan taqwa ini kita akan dapat mengintegrasi Al-Qur'an dalam kehidupan kita secara kaffah.... dan Al-Qur'an akan membimbing kita menuju kesuksesan dunia dan akhirat.


Di petang ini kututup dengan do'a "Laahaula wa laa quwwata illaa billaah" ( Tiada daya untuk menjauhi maksiat dan tiada kekuatan untuk berbuat maksiat, kecuali dengan pertolongan Allah ). Amin....


By. Salman Al-Fatih

Monday 21 January 2013

Banjir Jakarta 2013

Kamis shubuh, aku mendapatkan sms dari ka Dhora isinya memintaku untuk menjadi tim medis Sabtu dan Ahad pekan ini. Kemudian, siang harinya aku mendapat sms lagi dari ka Sa'adah yang memintaku segera ke DPD PKS untuk membantu di dapur umum. Banjir tahun ini menurutku sama seperti banjir 10 tahun yang lalu, banjir besar yang melumpuhkan aktivitas dan menimbulkan banyak kerugian.

11 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2002 sebelum aku pindah ke Jakarta Barat, aku merasakan bagaimana menjadi korban banjir besar. Rumahku yang dulu di Jakarta Utara terkena dampak banjir. Di jalan air tingginya sekitar 2 meter dan di dalam rumah sebesar 1,5 meter (setinggi langit-langit rumah di lantai 1). Kami kesulitan air bersih, bahan makanan, tidak ada listrik, terisolir tidak bisa pergi kemana-mana, dan keadaan tersebut terjadi selama 1 bulan lamanya.

Hal tersebut yang membuatku benar-benar merasakan empati kepada saudara-saudaraku yang terkena dampak banjir tahun ini. Namun, aku belum bisa pergi ke Jakarta karena kami diizinkan pulang dari asrama setiap hari Sabtu dan akses untuk kerumah (angkutan umum) tidak beroperasi akibat banjir. Aku hanya bisa memperkuat doa untuk saudara-saudaraku yang kebanjiran.

Kamis malam, 'sang guru tercinta' mengirim sms, isinya
"Lihat saudara disekitar kita terdekat.. Sudah makan kah mereka? Bagaimana mereka tidur? Lokasi sulit dijangkau, makanan pun tak bisa sampai, apalagi air bersih, bekerja atau memikirkan skripsi? semua itu tak terfikirkan dibenak mereka. Mereka hanya memikirkan kapan air akan surut, kapan mereka akan terbebas dari banjir, bagaimana nasib keluarga dan tetangga mereka ditengah matinya lampu ditengah kegelapan malam, dingin suasana mencekam, akses komunikasi terputus dan air yang semakin meninggi.. Wahai ukhti, buktikan rasa syukur itu, bahwa mereka adalah bagian dari tubuh kita, hilangkan rasa egois itu.. Bagaimana jika mereka adalah kita???"
Jleb!! Aku benar-benar tertohok. Langsung aku balas sms itu,
"iya mba insyaAllah besok lis kesana setelah dapat izin dari ustadzah di RQ dan jika ada angkutan umum untuk pulang".
Tidak lama kemudian datanglah sms kedua dari beliau,
"Teringat wajah ikhwah yang terkena banjir, satu persatu sms itu masuk, bahkan hingga nomer hape lain yang mereka kirimkan karena hape mereka mati.. Mereka katakan, 'mba disini butuh 500 bungkus nasi, masih banyak yang belum makan. mba disini mati lampu. Mba, air semakin meninggi. Mba, disini tidak ada air bersih. Mba, tetanggaku kesetrum. Mba, balita tetanggaku sudah berhari-hari tidak makan. Mba, balita dekat rumahku hanyut. Mba, kapan ya bantuan itu datang?' semua ikhwah berjibaku menolong mereka, tanpa kenal lelah bahkan menerobos ketinggian air yang dapat membahayakan nyawa mereka 24 jam demi saudara mereka. Bagaimana dengan kita?"
Astaghfirullah.. Allah, ampuni hamba.. airmataku menetes tak kuat menahan sedih yang membuncah. Langsung ku balas sms beliau,
"Iya mba, insyaAllah Lis besok kesana"

Jumat siang aku berangkat ke DPD PKS Jak-Bar. Ketika sampai, disana terlihat beberapa ummahat dan teman-temanku yang sedang memasak nasi, memasak telur, memasak mie, dan yang sedang mengiris bumbu. Akupun segera bersatu dengan mereka. Membuat 2000an bungkus nasi untuk makan malam, yang akan dikirim ke warga di Jak-Bar yang menjadi korban banjir.

Sabtu pagi aku dan beberapa teman tim medis mengadakan yankes di lokasi-lokasi banjir. Tim ku pergi ke Tambora dan Jelambar. Di tambora, banjir mencapai sepinggang orang dewasa. Kami pergi ke tempat pengungsian di SMKN 9 Jakarta. Banyak pengungsi yang menderita sakit seperti gatal-gatal, diare, dan ISPA. Dan kebanyakan yang sakit adalah anak-anak. Selain itu, disana juga tidak ada air bersih (bahkan kami harus tayamum untuk melaksanakan sholat), makanan juga masih minim, tidak ada listrik, dan mereka juga kekurangan pakaian. Setelah dari Tambora, Sore hingga malam, kami yankes di Jelambar. Hampir sama dengan Tambora, disana banjir hampir sepinggang orang dewasa. Kami merasakan bagaimana jalan di air banjir, hujan, gelap dan kedinginan. Bagaimana nasib mereka yang tiap saat harus berada di air karena kebanjiran? Rabbiy, ampuni kami yang lalai dan dzolim terhadap diri kami sendiri sehingga kami merasakan dampak akibat kelalaian kami, banjir besar yang menyusahkan kami.

Ahad dan Senin, aku masih terlibat menjadi tim medis. Alhamdulillah kondisi saat ini lebih baik dari sebelumnya. Di beberapa titik, banjir sudah surut. Hanya bekas-bekas banjir yang terlihat (sampah, air yang tergenang, lumpur). Namun hal ini jangan membuat kita lupa lagi. Jangan berhenti berdoa meminta ampun serta perbaiki diri (tidak membuang sampah ditempatnya, terus bersyukur dengan memanfaatkan yang kita punya untuk membantu saudara kita yang membutuhkan). Semoga banjir kemarin menjadi pengingat dan membuat kita makin dekat kepada Allah SWT. Aamiin Allahumma Aamiin..

Saturday 19 January 2013

Ketika Akal dan Hati Bicara Cinta


Di sebuah tempat, seorang hamba ditengah kesunyian alam, akal dan hati berdiskusi berkenaan kasih dan cinta..
Akal : Assalamualaikum, sahabat.
Hati : Waalaikumussalam…
Akal : Apa khabar iman anda?
Hati terdiam…
Akal bertanya sekali lagi.
Akal : Apa khabar iman anda?
Hati : Kurang sehat, MUNGKIN.
Akal : Mengapa?
Hati : Aku merindui dia segenap jiwaku…
Akal : Dia yang mana, sahabatku?

Hati : Kedua dia. Dia yang HAKIKI, juga dia yang entah kemana akhirnya..
Akal : Tidak mengapa, Itukan fitrah manusia.
Hati : Tapi rinduku kepadanya kadangkala membuat jiwaku gelisah. Fikiranku melayang terbang jauh ke angkasa. Kadangkala ketika beribadah juga aku teringat dia.
Akal : Cintamu padanya, juga cintamu padaNya, bukankah cinta kepadaNya kan yang lebih utama?
Hati : Tapi… Aku benar-benar mencintai dia. Aku benar-benar rindu dia. Aku mencintainya kerana Allah. Kami saling menasihati kepada kebaikan. Dan Aku mau mengejar syurga bersamanya.
Akal : Apa makna cinta?
Hati : Kasih dan sayang.
Akal : Bagiku cinta itu gila.
Hati : Mengapa begitu?
Akal : Apabila kita mencintai seseorang, kita asyik mengingat dia. Apa yang dikata jangan, sebisa mungkin kita akan menghindarinya. Apa yang diminta, sebisa mungkin kita mengusahakannya. Bila ada yang lain mendekati, bergolak rasa cemburu. Apakah kau rasa begitu?
Hati : Ya. Begitu yang aku rasa.
Akal : Apa kau tahu apa itu ibadah?
Hati : Orang kata ibadah itu taat dan patuh.
Akal : Ibadah itu juga adalah cinta.
Hati : Bagaimana dimaksudkan begitu?
Akal : Ibadah itu cinta. Berkasih-kasihan dengan Tuhan.
Hati terdiam lagi…
Hati : Jadi… Apa sebenarnya yang ingin kau sampaikan wahai akal?
Akal : Fikirkan, kalau kau benar mencintai dia kerana Allah, apa kau telah mengadu kepadaNya?
Hati : Aku puas sudah berdoa. Aku mendoakannya empat puluh kali setiap hari. Siang dan malam! Tegas hati..
Akal : Apa kau berdoa kepadaNya hanya kerana ketika kau terasa jauh dengannya? Apa kau hanya melipatgandakan ibadahmu ketika jiwamu merasa tak tenang?
Hati diam dan tertunduk…
Akal : Bagaimana mungkin kau katakan cintamu kerana Allah. Sedangkan kau mengabaikan Dia ketika cintamu dengannya sedang indah bercahaya. Sabarlah wahai hati. Doamu mungkin tidak makbul sekelip mata. Barangkali Allah akan memakbulkannya di lain masa. Barangkali Allah akan memberi hadiah yang lebih berharga untukmu!
Aliran kesejukan dan penyesalan terasa semakin deras mengalir ke kepala sang hati…
Akal : Cinta kepada manusia yang gila seperti itu, hanya layak disandarkan kepada Allah. Allah menarik cintamu kerana Allah lebih mencintaimu. Allah merindui doa dan tangisan hambanya. Allah mau kau kembali mengindahkan cintamu kepadaNya!
suasana semakin hening
Hati mulai menangis… Sepi… Kesal..
SEMOGA KITA BISA MENGAMBIL PELAJARAN DAN HIKMAH DARI KISAH DI ATAS

Repost dari blog http://genbizone.wordpress.com/2011/01/06/ketika-hati-dan-akal-bicara-cinta/