Aku Bangga pada Suamiku
Bismillah …
(Semoga kisah ini juga bisa diambil manfaatnya oleh saudari-saudari muslimahku dimanapun berada)
.
***
Sore
itu, menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini
seusai ashar.. seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku,
mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pada pertanyaan
itu.
.
“Anty sudah menikah ?”.
“Belum mbak ”, jawabku .
Kemudian akhwat itu bertanya lagi
“ kenapa ?”
hanya bisa ku jawab dengan senyuman. ingin ku jawab karena masih kuliah, tapi rasanya itu bukan alasan.
“Mbak menunggu siapa?” Aku mencoba bertanya .
“Nunggu suami” jawabnya.
.
Aku
melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi
yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana
mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk
bertanya,
.
“Mbak kerja dimana?”, Entahlah keyakinan apa yang
meyakiniku bahwa Mbak ini seorang pekerja, padahal setahu ku, akhwat
seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.
“Alhamdulillah
2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi”, jawabnya dengan wajah
yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.
“kenapa?” tanyaku lagi .
Dia hanya tersenyum dan menjawab,
“karena inilah satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami” jawabnya tegas .
.
Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya trsenyum.
“Ukhty,
boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi
pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah akan
didatangi oleh ikhwan yang sangat mencintai akhirat”.
.
“Saya
bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji
saya 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di
pagi hari, es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan
kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka
padanya. Waktu itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor,
hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali
ukhty. Saat itu juga suami masuk angin dan kepalanya pusing. Dan
parahnya saya juga lagi pusing. Suami minta diambilkan air minum, tapi
saya malah berkata,
.
“Abi, Umi pusing nih, ambil sendiri lah!”.
Pusing
membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23. 30 saya
terbangun dan cepat – cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah
hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan
pulasnya . Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci.
Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi
semua baju kotor telah di cuci.
.
Astagfirullah, kenapa Abi
mengerjakan semua ini? Bukankah Abi juga pusing tadi malam? Saya segera
masuk lagi ke kamar, berharap Abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi
rasanya Abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga.
Rasa iba mulai
memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas
sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, Abi demam, tinggi sekali
panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya pada suami tadi.
Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya membantahnya. Air mata
ini menetes, betapa selama ini saya terlalu sibuk diluar rumah, tidak
memperhatikan hak suami saya .”
.
Subhanallah, aku melihat Mbak
ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat
juga ada tetesan air mata yang di usapnya.
.
“Anty tau berapa gaji
suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600 -700 rb
/bulan. 10x lipat lebih rendah dari gaji saya. Dan malam itu saya
benar- benar merasa durhaka pada suami saya. Dengan gaji yang saya
miliki , saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun
suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya, dan setiap kali
memberikan hasil jualannya, ia selalu berkata,
.
“Umi, ini ada
titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak
banyak jumlahnya, mudah-mudahan Umi ridho ”, begitu katanya.
Kenapa
baru sekarang saya merasakan dalamnya kata- kata itu. Betapa harta ini
membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya ”,
lanjutnya.
.
“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk
berhenti bekerja, mudah -mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa
menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga
harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang
menyepelekan suami.” Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku
untuk berbicara.
.
“Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke
rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini . Saya sedih, karena
orang tua, dan saudara - saudara saya tidak ada yang mendukung niat
saya untuk berhenti berkerja. Malah mereka membanding-bandingkan
pekerjaan suami saya dengan orang lain.”
.
Aku masih terdiam,
bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia?
Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.
.
“Kak
, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja juga untuk anak
-anak kita Kak . Biaya hidup sekarang ini besar. Begitu banyak orang
yang butuh pekerjaan . Nah kakak malah pengen berhenti kerja . Suami
kakak pun penghasilannya kurang . Mending kalo suami kakak pengusaha
kaya, bolehlah kita santai- santai aja dirumah. Salah kakak juga sih,
kalo mau jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama
dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang
ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas
pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak , Cuma suami kakak yang tidak
punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal , sepertinya
suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank
oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku,
apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali, menceritakan ucapan
adik perempuannya saat dimintai pendapat .
.
“Anty tau , saya hanya bisa nangis saat itu..
Saya
menangis bukan Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan
karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah
olehnya. Bagaimana mungkin dia maremehkan setiap tetes keringat suami
saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia”
.
“Bagaimana
mungkin dia menghina orang yang senantiasa membanguni saya untuk sujud
dimalam hari. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata
-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana mungkin dia
menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar
saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan. “
.
“Bagaimana
mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah
dihadapannya hanya karena sebuah pekerjaaan. Saya memutuskan berhenti
bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya
dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk
menghargai nafkah yang diberikan suami saya. Saya juga memutuskan
berhenti bekerja untuk memenuhi hak -hak suami saya .Semoga saya tak
lagi membantah perintah suami. Semoga saya juga ridho atas besarnya
nafkah itu. “
.
“Saya bangga ukhti dengan pekerjaan suami saya,
sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya , karena tak semua
orang punya keberanian dengan pekerjaan itu. Kebanyakan orang lebih
memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti
itu. Tapi lihatlah suami saya , tak ada rasa malu baginya untuk
menafkahi istri dengan nafkah yang halal.”
.
” Itulah yang membuat
saya begitu bangga pada suami saya. Semoga jika anty mendapatkan suami
seperti saya, anty tak perlu malu untuk menceritakan pekerjaan suami
anty pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah
halalnya, berkahnya , dan kita memohon pada Allah, semoga Allah
menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil
tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptonya, bergegas ingin
meninggalkanku.”
.
Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan
menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi
kaca helm , meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan
salam, meninggalkanku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri
yang begitu ridho .
.
***
.
Ya Alloh … .
Berkahi kami
dalam menapaki jalan perjuangan menujuMU. Semoga Aku bisa selalu
menjadi sebaik-baik istri untuk suamiku, yang menjadi bekal untuk
meraih jannah Mu… Amin
.
Untuk Abi, apapun pekerjaan Abi, Ummi BANGGA Bi,
..:: SANGAT BANGGA ::..
diambil dari Renungan dan Kisah Inspiratif
No comments:
Post a Comment